Selasa, 31 Agustus 2010

Menjemput
Untung dari Bisnis Susu Kedelai






Mari menabung untung dari Bisnis Susu
Kedelai




Susu
kedelai.


Siapa yang tak kenal sumber protein nabati satu
ini? Di berbagai etalase toko modern, susu ini sudah sangat mudah dijumpai.
Konon, susu ini sudah dibuat di negeri Cina sejak abad II sebelum Masehi. Dari
sana kemudian berkembang ke Jepang dan setelah Perang Dunia II merambah ke Asia
Tenggara, termasuk Indonesia.

Meskipun susu kedelai memiliki kadar
protein dan komposisi asam animo yang hampir sama dengan susu sapi, tapi susu
kedelai tidak mengandung kolesterol sama sekali. Dari segi harga pun sangat
kompetitif dengan susu sapi. Proteinnya, hampir sama antara susu sapi dan susu
kedelai. Dua gelas susu kedelai sudah dapat memenuhi kebutuhan 30% kebutuhan
protein setiap hari.

Karenanya, banyak kalangan
menilai susu kedelai sangat bagus untuk kesehatan. Secara umum susu kedelai
mengandung vitamin B1, B2, dan niacin dalam jumlah yang setara dengan susu sapi
atau ASI. Serta mengandung vitamin E dan K dalam jumlah yang tidak sedikit.
Manfaat lain, sebagai penghambat osteoporosis. Di dalam kedelai mengandung
senyawa alami mirip esterogen yang disebut fitoestrogen. Senyawa inilah yang
akan menghambat osteoporosis. Maka tidak heran jika orang yang sadar kesehatan
lebih memilih susu kedelai. Atau mereka yang alergi dengan susu sapi karena
tidak kekurangan enzim lactase dalam saluran pencernaannya, sehingga tidak bisa
mencerna laktosa dalam susu sapi. Karena itulah, kini banyak orang memburu susu
kedelai. Hal ini tentu menjadi peluang usaha tersendiri karena penyedia produk
ini belum banyak. Untuk mencari produk susu kedelai instan di Solo masih cukup
susah.

“Saya biasanya cari di Pasar Legi atau kawasan Manahan. Di situ
ada penjual keliling. Memang sepertinya masih susah untuk mencari susu kedelai,
padahal sudah mulai banyak penggemarnya,” ungkap Wardhana, penikmat susu kedelai
yang tinggal di Penumping ini.
Itu dibenarkan Budi Santoso, pengelola
Perusahaan Susu Karunia di Jalan Letjend S Parman 48 Solo. Menurutnya, penggemar
susu kedelai saat ini semakin banyak. Sementara, penyedianya belum terlalu pesat
perkembangannya.

“Biasanya, konsumen susu kedelai sudah tersegmentasi.
Mereka umumnya pelanggan tetap yang usianya di atas 30 tahun,” Budi Santoso
kepada Joglosemar, Rabu (9/4). Dikatakan Budi, berusaha susu kedelai memang
harus memerlukan pendekatan tersendiri. Budi mengaku pertama kali membuka usaha
di Solo sangat kesulitan meraih pasar. Pasalnya, masyarakat belum banyak yang
paham soal kandungan gizi susu kedelai. Berbeda dengan susu sapi yang banyak
dijumpai di berbagai tempat, ternyata di Indonesia khususnya Solo, susu kedelai
belum dapat ditemukan di warung-warung. Belum lagi, menurut Budi kurangnya
informasi yang diserap masyarakat.

Prospek Bagus

Kondisi ini, tak ayal juga
berimbas pada jenis usaha ini. Menurut Budi, yang berusaha susu sapi dan susu
kedelai cair, tingkat penjualannya 1:4. Setiap bulan, hanya sekitar 60-an
bungkus kapasitas 200 cc susu kedelai laku di pasaran. Sementara, penjualan susu
sapi bisa mencapai 225 bungkus. Namun, saat ini penikmat atau orang yang butuh
susu kedelai juga makin bertambah. Karena itu, lelaki asli Trenggalek, Jawa
Timur ini mengaku optimis penjualan susu kedelai memiliki prospek
bagus.

“Apalagi nilai gizi susu kedelai sangat tinggi. Informasi mengenai
hal ini juga sudah makin diserap masyarakat,” tambahnya. Saat ini ia punya
pelanggan tetap antara 60-80 orang. Pengusaha susu kedelai lainnya, Aini,
mengaku usaha susu kedelai ini masih punya peluang cukup bagus. Hanya saja
kenaikan kedelai sangat memukul mereka. “Seiring dengan mahalnya harga susu
sapi, produk susu kedelai sebenarnya mulai dilirik oleh penikmat susu sebagai
minuman pengganti. Tapi sekarang malah harga kedelai naiknya juga tinggi,” ujar
Aini yang menggeluti bisnis susu kedelai sekitar empat tahun. Berawal dari
motivasi yang didapatkan dari kakak-kakaknya, Aini dan suaminya yakni Agus Heri
Purnomo (32) mulai coba-coba bisnis dengan modal murah. Diawali pada Tahun 2003
Aini beserta suaminya mencoba usaha ini.

Ia tidak memakai bahan kimia
dalam proses produksi susu kedelai. Alasannya, bahan-bahan kimia tersebut
memiliki efek langsung terhadap kualitas produksi. Saat ini, produksi susu yang
dibuat sudah di atas 100 bungkus per hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar